PENINGKATAN
HASIL BELAJAR PAI
SUATU
PENDEKATAN KONSEPTUAL
Oleh : Junaidi Panusunan, S.Pd.I, M.A
1.
Peningkatan Hasil Belajar
a. Pengertian Peningkatan Hasil Belajar
Setiap kegiatan, apapun bentuknya maka tujuan
akhirnya adalah adanya hasil dari kegiatan yang dilaksanakan. Begitu juga
dengan kegiatan pembelajaran, tujuan akhir dari proses yang di pimpin oleh
seorang guru adalah adanya hasil nyata yang terjadi dalam diri siswa, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif hasil belajar dapat
dilihat dari kemmpuan siswa dalam menjawap pertanyaan-pertanyaan berkaitan
dengan materi yang telah diajarkan oleh guru. Secara kualitatif, hasil belajar
hendaknya dapat terlihat dalam pola hidup siswa sesuai dengan nilai-nilai yang
telah menjadi program nasional yaitu teraplikasinya nilai-nilai karakter bangsa
dalam keseharian siswa. Sebagai tenaga propesional, guru dalam melaksanakan
tugas pendidikan, maka harus selalu melakukan usaha-usaha dalam rangka
penigkatan hasil belajar.
Dalam rangka meningkatkan hasil belajar, maka guru
juga harus selalu melakukan inovasi pembelajaran, dengan dasar mempertimbangkan
tingkat kemampuan rata-rata siswa. Dalam melakukan inovasi-inovasi
pembelajaran, maka guru juga harus mempertimbangkan metode-metode pembelajaran
yang juga harus dikolaborasikan dengan strategi-strategi pembelajaran. Metode
pembelajaran adalah cara dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan strategi
adalah kiat atau siasat yang dilakukan oleh guru agar pembelajaran yang sedang
dilakukan menjadi pembelajaran yang berarti dan bermakna serta menarik. Ada
banyak strategi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh sorang guru dalam
mengajar diantaranya :
a)
Strategi pembelajaran berorientasi aktifitas
siswa
b)
Strategi pembelajaran ekspositori
c)
Strategi pembelajaran inkuiri
d)
Strategi pembelajaran berbasis masalah
e)
Strategi pembelajaran berbasis maslah
f)
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berfikir
g)
Strategi pembelajaran koorperatif
h)
Strategi pembelajaran kontekstual
i)
Strateg pembelajaran afektif[1]
Dewasa
ini seiring dangan berkembangnya teknologi informasi yang begitu dahsyat,
menambahkan beratnya tugas guru dalam mengemban amanah pendidikan. Disamping ia
harus mempunyai banyak cara dan strategi dalam mengajarkan materi sehingga
siswa tidak jenuh, juga seorang guru harus mampu meng-up date skillnya
dalam memanfaatkan media-media Electrict Computer Tecnologi (ECT), dalam
rangka menyajikan materi pembelajaran dengan bentuk dan media yang sesuai dengan zaman kehidupan siswa.
Meningkatkan
hasil belajar memiliki banyak teknik, namun secara garis besar teknik tersebut
berkisar pada : (1) Mendisain Media pembelajaran sehingga sangat menarik
perhatian siswa serta memudahkan siswa dalam menyerap pembelajaran. (2) Memilih
strategi pembelajaran yang cocok untuk materi pembelajaran sehingga pembelajaran
menjadi sangat menyenangkan bagi siswa, dan (3) Guru mampu memposisikan dirinya
sebagai idola bagi para siswa sekaligus contoh yang baik bagi mereka.
b.
Pembelajaran PAI
Badan Standar pendidikan Nasional, menetapkan
salah satu mata pelajaran wajib pada sekolah adalah pendidikan agama Islam
termasuk didalamnya jenjang pendidikan sekolah Dasar. Tujuan ditetapkannya mata
pelajaran tentang pendidikan Agama, adalah untuk terbinanya perilaku terpuji
bagi para siswa
2.
Pembinaan Akhlak Mulia Siswa
a.
Pentingnya Pendidikan akhlak Mulia bagi Anak
Usia Sekolah
Kemajuan
suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh karakter dari manusia penghuni bangsa itu
sendiri. Bangsa yang terbiasa hidup disiplin, mengaplikasikan prinsip kejujuran
dalam kehidupan sehari-hari akan membawa progresifitas kemajuan bangsa dengan
percepatan yang begitu baik.
Nilai-nilai
akhlak mulia sebagai karakter Bangsa yang harus ditanamkan pada kebiasaan hidup
anak didik, sehingga mereka berkembang menjadi manusia Indonesia yang
berkualitas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur
berakhlak mulia dan mampu bersaing dalam kehidupan global.
Secara
yuridis, amanat untuk mewujudkan akhlak mulia sangat sangat jelas, khususnya
dalam bidang pendidikan. Dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat
(3) disebutkan “pemerintah mengusahakan dan menyelesaikan sutu sistem
pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalalm rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”
Pendidikan
yang diamanahkan dalam UUD 45 diatas dioperasionalkan dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dalam tujuan pendidikan
Nasional. Selengkapnya tujuan tersebbut terdapat dalam BAB II Pasal 3 : “pendidikan
Nasional berfungsi mengambangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan
bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia , sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam
Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan disebut bahwa
tujuan pembinaan kesiswaan antara lain “Menyiapkan siswa agar menjadi warga
masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak azazi manusia
dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (Civil soceity).
Realitas
anak didik hari ini, sangat banyak terlihat sering malakukan tindakan-tindakan
yang bersifat negatif dan ini bisa dikatakan sudah berkangsung sangat lama.
Seperti perilaku kurang sopan kepada orang tua termasuk kepada guru yang
diperlihatkan oleh anak-anak usia sekolah, mengambil barang teman tanpa ijin,
lupa mengatakan terimakasih atau maaf dan mengucapkan kata-kata tidak sopan dan
perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya, termasuk dalam hal pengaplikasian
kabiasaan hidup dengan perilaku dermawan. Tujuan pendidikan akhlak adalah agar
tercipta generasi masa depan mampu menjadi generasi yang berkulitas dan berbudi
pekerti luhur.
b.
Karakteristik siswa sekolah dasar
1)
Perkembangan fisik
Secara fisik pada usia sekolah dasar, secara
umum pertumbuhan pertumbuhan kemampuan koordinasi motorik kasar dan halus sudah
hampir sempurna dan hampir semua gigi susu sudah bertugar dengan gigi tetap.
Alat indera juga sudah berfungsi secara optimal dalam menunjang kemampuan
sensoris seperti penglihatan, pendengaran, pengecap pembau dan peraba. Pada
masa ini, merupakan proses pematangan keterampilan motorik, untuk menguasai
berbagia macam keterampilan, dan kiat paling baik untuk melatihnya adalah
memalui permaian. [2]Pada
masa usia sekolah dasar juga yaitu pada usia 11 tahun, beberapa anak perempuan
sudah mendapatkan mensturasi sebagai tanda memasuki uisa pubertas atau akil
baligh sedangkan anak laki-laki sudah mengalami perubahan suara dan tanda
kelamin sekunder. Dengan adanya perubahan ini anak sudah dapat dikembangkan
nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari seperti perilaku
tanggungjawab, menjaga kebersihan alat kelamin dan lain sebagainya.[3]
2)
Ekspresi Emosi
Pada usia sekolah dasar, interkasi anak dengan
lingkungan sudah semakin luas, sehingga pemahaman anak mengenai berbagai emosi
sudah lebih lengkap. Diantaranya penyesuaian dengan aturan penampilan mulai
meningkat, tanggapan empati mulai meningkat, dapat memahami orang lain, sudah
bisa memaklumi adanya berbedaan-perbadaan antara manusia dengan sederhana.[4] Hal ini
akan menstimulasi berbagai emosi dan memperkaya pengalaman batin anak.
Perkembangan emosi primer, seperti senang, marah, takut, menjadi lebih kaya
dengan berkembangnya emosi skunder seperti bangga, curiga, cemburu, kahawatir
menyesal dan lain sebagainya. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia dapat
dikembangkan antara lain nilai kejujuran dalam emngutarakan sesuatu.[5]
3)
Perkembangan perspektif wawasan
Pada tingkat awal, usia sekolah dasar
anak-anak masih dalam tahap perspektif egosentrik, yang memiliki keterbatasan
dalam memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. Setelah usia 10 tahun,
mulai berkembang pemahaman mengnai perspektif dari berbagi sumber yang menjadi
acuan. Pada perkembangan selanjutnya anak mampu menyelaraskan pandangan diri
sendiri dengan pandangan orang lain. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia
seperti kasih sayang, kerja sama, toleransi, adil,, dan cinta damai perlu
dikembangkan. Tujuannya adalah agar murid dapat menjalin hubungan harmonis
dengan teman sebayanya.[6]
4)
Identitas diri
Dengan semakin luasnya lingkup interaksi dan
kesempatan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas disekolah maupun keluarga,
maka berkembangan kesadaran diri dalam berbagai dimensi. Pemahaman dan konsep
diri sendiri merupakan dasar dari pembentukan indentitas diri yang pesitif.[7]
5)
Pembentukan individualitas dan peran gender
Tumbuh dan berkembang bersama kelompok sebaya
dari jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda akan membangun kesadaran yang
positif mengenai peran gende, yaitu saling menerima dan menghargai peran gender
masing-masing. Berkaitan dengan itu, maka perlu dikembangkan nilai-nilai akhlak
seperti nilai toleransi, kasih sayang dan rendah hati.
6)
Konsep mengenai moral
Intensitas interaksi dengan teman sebaya
maupun guru merupakan faktor penunjang perkembangan konsep moral dari tingkat
moralitas heteronomous yang bersifat kaku dan berorientasi pada
penghindaran terhadap hukuman. Tingkat selanjutnya adalah moralitas autonomous,
yaitu pemahaman bahwa nilai moral adalah tergantung pada intensi
(kesenjangan atau ketidaksenjangan melakukan sesuat) suatu perilaku. Pada
tingkat ini sudah dapat memandang bahwa hukuman adalah konsekuensi perilaku
berdasarkan intensi.[8]
3.
Perinsip dan pendekatan pendidikan akhlak
mulia
Ada
beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan
akhlak mulia yaitu :
a.
Berkelanjutan, artinya proses pengembangan
nilai-nilai budaya dan akhlak mulia sebagai bagian dari karakter bangsa
merupakan sebuah proses penjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
selesai dari suatu satuan pendidikan.
b.
Dilakakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler,
pengembangan diridan budaya sekolah.
c.
Nilai akhlak mulia tidak diajarkan tetapi
ditanamkan atau dikembangka[9]
Adapun
pendekatan yang dapat diterapkan adalah :
a.
Peneladanan
Dalam ilmu psikologi, anak usia sekolah dasar
memiliki ciri meniru segala sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang-orang
disekelilingnya. Tutur kata dan perilaku guru, orang tua maupun orang-orang
dewasa sekitar siswa adalah sosok yang menjadi contoh perilaku akhlak mulia,
terutama pada siswa kelas awal. Guru memberikan umpan balik terhadap respon dan
pencapaian perkembangan selama kegiatan berlangsung.
b.
Membangun motivasi
Pada masa sekolah dasar haruslah diberi
keyakianan kepada siswa bahawa berakhlak mulia akan memberikan manfaat dengan
memperlihatkan contoh-contoh konkrit disekitar mereka.
c.
Mengembangkan kebiasaan
Memberikan dan menanamkankeyakinan kepada
siswa bahwa berakhlak mulia bukan bertujaun untuk memperoleh hadiah atau pujian
atau menghindari hukuman, tetapi akhlak mulai adalah modal hidup dalam
keseharian siswa itu sendiri, sebab ketika ia telah berakhlak mulia maka pujian
dan penghargaan itu akan datang dengan sendirinya.[10]
Dalam melaksanakan pembinaan akhlak mulia
siswa, maka dapat dilaksanakan dengan memakai beberapa metode sebagai berikut :
d.
Proaktif – eksploratif
Yaitu guru mengenal karakter, kemampuan serta
kebutuhan anak sehingga dapat merancang kegiatan yang bersifat menyenangkan,
membangkitkan antusiasme, berorientasi pada peningkatan pencapaian nilai-nilai
akhlak mulia sesuai dengan tahab perkembangan anak.
e.
Suportif – inspiratif
Yaitu melakukan kegiatan yang bersifat gembira
dan menantang, sehingga siswa tidak terbebani dengan kekhawatiran akan
melakukan kesalahan dan memperoleh hukuman, justru sebaliknya siswa bersemangat
dan memapu mengekspresikan segala kemampuan yang ada dalam dirinya berkaitan
dengan pelajaran yang sedang ia ikuti.
f.
Dialogis – interaktif
Mengarahkan siswa untuk dapat mengungkapkan
pendapatnya secara bebas, terarah dan beretika melalui proses diskusi. Hal ini
disebabkan mereka jarang mendapat kesempatan untuk melakukan komunikasi yang
ditujukan melatih kemampuan komunikasi anakdalam menyatakan pikiran dan
perasaannya.
g.
Tematik
Setiap kegiatan berdasarkan ats tema yang
terpusat pada satu masalah yang relevan dengan usia dan ciri perkembangan anak,
terutama pada kelas satu, dua dan tiga SD. Karena keterbatasan kemampuan
memahami dan mengolah informasi, maka tema yang disajikan harus sederhana dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.[11]
4.
Media Pembelajaran PAI
Secara
bahasa, media berasal dari bahas Yunani yang yaitu bentuk kata jamak dari kata medium
yang berarti pengantara atau pengantar.[12] Kata
media dipergunakan dalam banyak kegiatan atau usaha, seperti media dalam
penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Kata
media ini juga dipakai dalam istilah pendidikan, sehingga ada istilah media
pengajaran atau lebih terkenal dengan sebutan media pembelajaran.[13]
Assosiation
for Education and communication technology (AECT)
sebgaimana yang dikutip oleh Basyiruddin Usmamn dan Asnawir,
mengartikan bahwa media merupakan segala bentuk yang dipergunakan untuk proses
penyaluran informasi, sedangka menurut National Education Assosiation mengartikan
bahwa media merupakan benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan
dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan
tersebut[14]
Menurut
Gerlach dan Ely dalam wina wijaya dikatakan bahwa secara umum media itu
meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.[15]
Media
sebagai alat dalam menyampaikan pesan, sehingga pesan itu menjadi berkesan bagi
yang menerimanya, adalah sangat penting perannya dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, untuk meminimalisir adanya kasalahan persepsi
tentang pembelajaran yang di sajikan oleh seorang guru, maka harus ada
pengalaman belajar. Pengalaman ini bisa dalam bentuk pengalaman lansung dan bisa
pula dalam bentuk pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung akan terjadi
jika seseorang dihadapkan langsung kepada benda yang dimaksud, contoh apabila
murid belajar tentang tumbuh-tumbuhan,
maka pengalaman lanngsung dapat diberikan oleh seorang guru dengan cara membawa
murid untuk menyaksikan tumbuh-tumbuhan yang mereka pelajari. Namun tidak semua
pembelajaran bisa dapat dilakukan dengan pengalaman langsung, seperti
pembelajaran tentang anatomi tubuh manusia, tidak mungkin pembelajaran harus
dilakukan dengan membelah tubuh manusia untuk mempelajari tentang cara kerja
jantung. Maka jika pembelajaran ini dilakukan dapat menggunakan media foto,
slide, film atau bentuk tiruan dari benda yang sedang dipelajari dan pengalaman
yang diperoleh oleh siswa dalam hal seperti ini adalah pengalaman tidak
langsung atau disebut pula pengalaman tiruan.[16]
Walaupun persepsi dari siswa tentang pembelajaran yang dilakukan tidak seakurat
dengan pengalaman langsung.
Dari
segi karakteristik, para ahli banyak membagi macam-macam media, namun secara umum
karakteristik media pembelajaran dapat di bagi sebagai berikut : (1) Visual yaitu media yang dapat di lihat,
sepert gambar, poster dan lain sebgainya. (2) Audio yaitu media yang dapat di
dengar seperti kaset, rekaman suara dan lin sebagainya. (3) Audio Visual yaitu
media yang dapat didengar dan dilihat seperti televisi, video dan (4) Multimedia berbasis komputer yang termasuk didalamnya media Proyektor LCD.
5.
Proyektor LCD sebagai Media Pembelajaran
Media LCD (Liquid
Crystal Display) merupakan hasil dari perkembangan teknologi elektronik. Proyektor LCD merupakan salah satu
jenis proyektor
yang digunakan untuk menampilkan video, gambar, atau data dari komputer pada
sebuah layar atau sesuatu dengan permukaan datar seperti tembok, dsb. Proyektor
jenis ini merupakan jenis yang lebih modern dan merupakan teknologi yang
dikembangkan dari jenis sebelumnya dengan fungsi sama yaitu Overhead Projector
(OHP) karena pada OHP datanya masih berupa tulisan pada kertas bening. Proyektor LCD biasanya digunakan
untuk menampilkan gambar
pada presentasi atau perkuliahan, tapi juga bisa digunakan sebagai aplikasi
home theater. Untuk menampilkan gambar, proyektor LCD mengirim cahaya dari lampu halide logam yang diteruskan ke dalam prisma yang mana cahaya akan
tersebar pada tiga panel polysilikon, yaitu komponen warna merah, hijau dan
biru pada sinyal
video. Proyektor LCD berisi panel cermin yang
terpisah satu sama lain. Masing-masing panel terdiri dari dua pelat cermin yang di
antara keduanya terdapat liquid crystal. Ketika terdapat perintah atau
instruksi, kristal
akan membuka untuk membolehkan cahaya lewat atau menutup untuk mem-block cahaya tersebut
Membuka dan menutupnya pixel ini yang bisa membentuk gambar. Lampu yang digunakan
pada proyektor
LCD adalah lampu halide logam karena
menghasilkan suhu warna
yang ideal dan spektrum
warna yang luas. Lampu ini juga
memiliki kemampuan untuk memproduksi cahaya dalam juga
sangat besar dalam area kecil dengan arus proyektor
sekitar 2.000-15.000 ANSI lumens.[17]
Proyektor
LCD
ditemukan di New York oleh Gene Dolgoff. Dia mulai bekerja di dalam kampus pada
tahun 1968 dan mempunyai tujuan untuk memproduksi sebuah video
proyektor
yang dalam idenya ia akan membuat sebuah proyektor
LCD
yang lebih cerah dibandingkan dengan 3-CRT proyektor.
Idenya adalah menggunakan elemen yang disebut sebagai “cahaya
katup” untuk mengatur jumlah cahaya
yang melewati itu. Hal ini akan memungkinkan penggunaan yang lebih ampuh untuk
sumber cahaya
eksternal. Setelah mencoba berbagai bahan, dia setuju dengan penggunaan kristal
cair untuk mengatur cahaya
pada tahun 1971. Ini membawanya sampai tahun 1984 untuk mendapatkan
“addressable” dari layar
kristal
cair (LCD), yang ketika itulah ia membuat proyektor
LCD
pertama di dunia. Setelah membangun itu, dia melihat banyak masalah yang harus
dikoreksi termasuk cahaya
utama yang hilang dan piksel yang sangat terlihat. Dia kemudian menggunakan
metode baru untuk menciptakan efisiensi yang tinggi untuk menghilangkan
tampilan pada piksel. Dengan hak paten di seluruh dunia ia memulai di
Projectavision Inc pada tahun 1988, perusahaan proyektor
LCD
pertama di dunia[18]
LCD
Proyektor adalah salah satu perangkat keras yang dapat menampilkan pembelajaran
multimedia berbasis komputer. Dalam buku Azhar Arsyad, dikemukakan bahwa penggunaan
komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama pembelajaran dengan
bantuan komputer (Computer assisted Intruction).[19]
LCD adalah alat yang dapat menampilkan data dalam bentuk slide, film, tulisan
dan sebagainya dengan ukuran yang besar sehingga dapat disaksikan oleh orang
yang banyak dengan dihubungkan kepada PC, Laptop, atau Notebook dan juga bisa
dihubungkan kepada media-media eletronik lain yang memiliki fasilitas sambungan
video dan audio seperti Televisi, cmpact Disk dan lain-lain.
A.
Kerangka Teoritis
1.
Karakteristik Media Pembelajaran
Dalam
proses pembelajaran, siswa pada satuan pendidikan sekolah dasar yang memiliki
karakteristik perkembangan psikologi yang cenderung meniru, maka pembelajaraan
yang cocok bagi tugas perkembangan mereka adalah pembelajaran yang bersifat
menyaksikan langsung pembelajaran yang mereka ikuti dengan bentuk guru
memanfaatkan media langsung atau media secara tidak langsung atau tiruan dalam
menyajikan pembelajaran. Disamping itu guru juga dapat memperlihatkan atau
menunjukkan contoh-contoh konkrit dari pembelajaran yang sedang dilakukan.
Semua itu bisa dilakukan deng multimedia berbasis komputer.
2.
Srategi pembelajaran
Disamping
itu dalam rangka menanamkan nilai-nilai akhlak mulia maka strategi pembelajaran
yang diterapkan oleh guru adalah pemebelajaran berbasis afektif. Sebagaimana
dikemukakan dalam buku Wina Sanjaya, bahwa proses pembentukan sikap dapat dilakukan
dengan beberapa pola diantaranya
1)
Pola pembiasaan
Yaitu menanamkan sikap tertentu kepada siswa
melalui proses pembiasaan. Dalam hal melakukan usaha pembiasaan ini, bisa
dilakukan dengan cara peneguhan respon anak. Dengan kata lain setiap kali anak
berprestasi, atau melakukan sesuau yang terpuji, maka sang guru memberikan
hadiah.[20]
2)
Contoh atau Suritauladan yang baik.
Disamping guru melakukan usaha pembiasaan,
juga harus mampu menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik bagi para murid.
Proses penanaman akhlak mulia akan berjalan dengan baik jika murid selelu menyaksikan
akhlak mulia yang dilakukan gurunya. Salah satu contoh usaha menumbuhkembangkan
budaya berinfak bagi siswa SD, guru pada waktu-waktu tertentu mengingtkan murid
agar berinfak, hal ini akan lebih terlaksana secara lebih efektif apabila murid
juga selelu menyaksikan gurunya berinfak.
3.
Metode pembelajaran
Untuk lebih aktifnya siswa dalam proses
pembelajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam metode dalam menyajikan
materi. Bahkan ada semacam konsensus bersama dari para praktisi pendidikan,
bahwa dalam menyajikan materi, minimal ada tiga metode yang dipakai oleh
seorang guru. Dalam rangka menimbulkan kesadaran dalam menerapkan perilaku
akhlak mulia khususnya perilaku dermawan pada siswa kelas 5 SD 19 baringin,
maka metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan bermain peran dapat dijadikan
sebagai metode pembelajaran.
[1] Baca
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarat : Kencana, 2010). Di dalam buku ini penulis menjelaskan secara
peraktis bagaimana cara menerapkan berbagai strategi pembelajaran bagi seorang
guru. Sehingga proses pembelajaran bukan hanya menjadikan guru sebagai subjek (teacher
oriented) tetapi menjadikan guru sebagi fasilitator dalam mengembangkan
bakat dan minat siswa dan memotovasi mereka untuk dapat menerapkan niliai-nilai
kebaikan yang telah diberitahukan keapada mereka.
[2]
Lihat Alih B. Purwakania Hasan Psikologi Perkembangan Islami (Jakarta : Raja Grafindo Persada)
tahun 2006, h. 106-09
[3]Tim
Penyusun Buku DIRJEN Pendidikan Dasar dan Menengah Pedoman Pembinaan Akhlak
Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler; Jakarta : DIRJEN MPDM KEMENDIKNAS th. 2010, h.
7
[4]
Alih B. Purwakania Hasan op.cit h. 162-172
[5] Ibid,
h. 8
[6] ibid
[7] ibid,
h. 9
[8] Ibid,h.
9
[9]Ibid,
h. 15
[10] Ibid
h. 15-16
[11] Ibid,
h. 17-18
[12]
Kamus Besar Bahasa Indonesia ........
[13]
Lihat Wina Sanjaya op.cit, h. 163
[14]
Basiruddin Usman dan Asnawir Madia Pengajaran (Diktat untuk Mahasiswa S1
Fakultas Tarbiyah IAIN “IB” tahun 1997) h. 9
[15]
Wina Wijaya loc. cit.
[16]
Lihat Wina Wijaya, ibid, h. 165
[18] ibid
[19] Azhar
Arsyad, Media Pembelajran (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) tahun :
2004 cet kelima h. 57-158
[20]
Wina Sanjaya op.cit h. 127-128
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Aku berfikir Aku ada