MOTTO :

junaidi678.blogspot.com :
TIADA HARI TANPA INOVASI

Sabtu, 04 Agustus 2018

Peningkatan hasil belajar PAI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI
SUATU PENDEKATAN KONSEPTUAL
oleh : Junaidi Panusunan, S.Pd.I, M.A

1.      Peningkatan Hasil Belajar
a.       Pengertian Peningkatan Hasil Belajar
Setiap kegiatan, apapun bentuknya maka tujuan akhirnya adalah adanya hasil dari kegiatan yang dilaksanakan. Begitu juga dengan kegiatan pembelajaran, tujuan akhir dari proses yang di pimpin oleh seorang guru adalah adanya hasil nyata yang terjadi dalam diri siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif hasil belajar dapat dilihat dari kemmpuan siswa dalam menjawap pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang telah diajarkan oleh guru. Secara kualitatif, hasil belajar hendaknya dapat terlihat dalam pola hidup siswa sesuai dengan nilai-nilai yang telah menjadi program nasional yaitu teraplikasinya nilai-nilai karakter bangsa dalam keseharian siswa. Sebagai tenaga propesional, guru dalam melaksanakan tugas pendidikan, maka harus selalu melakukan usaha-usaha dalam rangka penigkatan hasil belajar.
Dalam rangka meningkatkan hasil belajar, maka guru juga harus selalu melakukan inovasi pembelajaran, dengan dasar mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Dalam melakukan inovasi-inovasi pembelajaran, maka guru juga harus mempertimbangkan metode-metode pembelajaran yang juga harus dikolaborasikan dengan strategi-strategi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan strategi adalah kiat atau siasat yang dilakukan oleh guru agar pembelajaran yang sedang dilakukan menjadi pembelajaran yang berarti dan bermakna serta menarik. Ada banyak strategi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh sorang guru dalam mengajar diantaranya :
a)      Strategi pembelajaran berorientasi aktifitas siswa
b)      Strategi pembelajaran ekspositori
c)      Strategi pembelajaran inkuiri
d)      Strategi pembelajaran berbasis masalah
e)      Strategi pembelajaran berbasis maslah
f)       Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berfikir
g)      Strategi pembelajaran koorperatif
h)      Strategi pembelajaran kontekstual
i)       Strateg pembelajaran afektif[1]
Dewasa ini seiring dangan berkembangnya teknologi informasi yang begitu dahsyat, menambahkan beratnya tugas guru dalam mengemban amanah pendidikan. Disamping ia harus mempunyai banyak cara dan strategi dalam mengajarkan materi sehingga siswa tidak jenuh, juga seorang guru harus mampu meng-up date skillnya dalam memanfaatkan media-media Electrict Computer Tecnologi (ECT), dalam rangka menyajikan materi pembelajaran dengan bentuk dan media  yang sesuai dengan zaman  kehidupan siswa.
Meningkatkan hasil belajar memiliki banyak teknik, namun secara garis besar teknik tersebut berkisar pada : (1) Mendisain Media pembelajaran sehingga sangat menarik perhatian siswa serta memudahkan siswa dalam menyerap pembelajaran. (2) Memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk materi pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi sangat menyenangkan bagi siswa, dan (3) Guru mampu memposisikan dirinya sebagai idola bagi para siswa sekaligus contoh yang baik bagi mereka.
b.      Pembelajaran PAI
Badan Standar pendidikan Nasional, menetapkan salah satu mata pelajaran wajib pada sekolah adalah pendidikan agama Islam termasuk didalamnya jenjang pendidikan sekolah Dasar. Tujuan ditetapkannya mata pelajaran tentang pendidikan Agama, adalah untuk terbinanya perilaku terpuji bagi para siswa
           
2.      Pembinaan Akhlak Mulia Siswa
a.       Pentingnya Pendidikan akhlak Mulia bagi Anak Usia Sekolah
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh karakter dari manusia penghuni bangsa itu sendiri. Bangsa yang terbiasa hidup disiplin, mengaplikasikan prinsip kejujuran dalam kehidupan sehari-hari akan membawa progresifitas kemajuan bangsa dengan percepatan yang begitu baik.
Nilai-nilai  akhlak mulia sebagai karakter Bangsa  yang harus ditanamkan pada kebiasaan hidup anak didik, sehingga mereka berkembang menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur berakhlak mulia dan mampu bersaing dalam kehidupan global.
Secara yuridis, amanat untuk mewujudkan akhlak mulia sangat sangat jelas, khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam Undang-undang Dasar  Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (3) disebutkan “pemerintah mengusahakan dan menyelesaikan sutu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalalm rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”
Pendidikan yang diamanahkan dalam UUD 45 diatas dioperasionalkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dalam tujuan pendidikan Nasional. Selengkapnya tujuan tersebbut terdapat dalam BAB II Pasal 3 : “pendidikan Nasional berfungsi mengambangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia , sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan disebut bahwa tujuan pembinaan kesiswaan antara lain “Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak azazi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (Civil soceity).
Realitas anak didik hari ini, sangat banyak terlihat sering malakukan tindakan-tindakan yang bersifat negatif dan ini bisa dikatakan sudah berkangsung sangat lama. Seperti perilaku kurang sopan kepada orang tua termasuk kepada guru yang diperlihatkan oleh anak-anak usia sekolah, mengambil barang teman tanpa ijin, lupa mengatakan terimakasih atau maaf dan mengucapkan kata-kata tidak sopan dan perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya, termasuk dalam hal pengaplikasian kabiasaan hidup dengan perilaku dermawan. Tujuan pendidikan akhlak adalah agar tercipta generasi masa depan mampu menjadi generasi yang berkulitas dan berbudi pekerti luhur.
b.      Karakteristik siswa sekolah dasar
1)      Perkembangan fisik
Secara fisik pada usia sekolah dasar, secara umum pertumbuhan pertumbuhan kemampuan koordinasi motorik kasar dan halus sudah hampir sempurna dan hampir semua gigi susu sudah bertugar dengan gigi tetap. Alat indera juga sudah berfungsi secara optimal dalam menunjang kemampuan sensoris seperti penglihatan, pendengaran, pengecap pembau dan peraba. Pada masa ini, merupakan proses pematangan keterampilan motorik, untuk menguasai berbagia macam keterampilan, dan kiat paling baik untuk melatihnya adalah memalui permaian. [2]Pada masa usia sekolah dasar juga yaitu pada usia 11 tahun, beberapa anak perempuan sudah mendapatkan mensturasi sebagai tanda memasuki uisa pubertas atau akil baligh sedangkan anak laki-laki sudah mengalami perubahan suara dan tanda kelamin sekunder. Dengan adanya perubahan ini anak sudah dapat dikembangkan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari seperti perilaku tanggungjawab, menjaga kebersihan alat kelamin dan lain sebagainya.[3]
2)      Ekspresi Emosi
Pada usia sekolah dasar, interkasi anak dengan lingkungan sudah semakin luas, sehingga pemahaman anak mengenai berbagai emosi sudah lebih lengkap. Diantaranya penyesuaian dengan aturan penampilan mulai meningkat, tanggapan empati mulai meningkat, dapat memahami orang lain, sudah bisa memaklumi adanya berbedaan-perbadaan antara manusia dengan sederhana.[4] Hal ini akan menstimulasi berbagai emosi dan memperkaya pengalaman batin anak. Perkembangan emosi primer, seperti senang, marah, takut, menjadi lebih kaya dengan berkembangnya emosi skunder seperti bangga, curiga, cemburu, kahawatir menyesal dan lain sebagainya. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia dapat dikembangkan antara lain nilai kejujuran dalam emngutarakan sesuatu.[5]
3)      Perkembangan perspektif wawasan
Pada tingkat awal, usia sekolah dasar anak-anak masih dalam tahap perspektif egosentrik, yang memiliki keterbatasan dalam memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. Setelah usia 10 tahun, mulai berkembang pemahaman mengnai perspektif dari berbagi sumber yang menjadi acuan. Pada perkembangan selanjutnya anak mampu menyelaraskan pandangan diri sendiri dengan pandangan orang lain. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia seperti kasih sayang, kerja sama, toleransi, adil,, dan cinta damai perlu dikembangkan. Tujuannya adalah agar murid dapat menjalin hubungan harmonis dengan teman sebayanya.[6]
4)      Identitas diri
Dengan semakin luasnya lingkup interaksi dan kesempatan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas disekolah maupun keluarga, maka berkembangan kesadaran diri dalam berbagai dimensi. Pemahaman dan konsep diri sendiri merupakan dasar dari pembentukan indentitas diri yang pesitif.[7]
5)      Pembentukan individualitas dan peran gender
Tumbuh dan berkembang bersama kelompok sebaya dari jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda akan membangun kesadaran yang positif mengenai peran gende, yaitu saling menerima dan menghargai peran gender masing-masing. Berkaitan dengan itu, maka perlu dikembangkan nilai-nilai akhlak seperti nilai toleransi, kasih sayang dan rendah hati.
6)      Konsep mengenai moral
Intensitas interaksi dengan teman sebaya maupun guru merupakan faktor penunjang perkembangan konsep moral dari tingkat moralitas heteronomous yang bersifat kaku dan berorientasi pada penghindaran terhadap hukuman. Tingkat selanjutnya adalah moralitas autonomous, yaitu pemahaman bahwa nilai moral adalah tergantung pada intensi (kesenjangan atau ketidaksenjangan melakukan sesuat) suatu perilaku. Pada tingkat ini sudah dapat memandang bahwa hukuman adalah konsekuensi perilaku berdasarkan intensi.[8]

3.      Perinsip dan pendekatan pendidikan akhlak mulia
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak mulia yaitu :
a.       Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai budaya dan akhlak mulia sebagai bagian dari karakter bangsa merupakan sebuah proses penjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b.      Dilakakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler, pengembangan diridan budaya sekolah.
c.       Nilai akhlak mulia tidak diajarkan tetapi ditanamkan atau dikembangka[9]
Adapun pendekatan yang dapat diterapkan adalah :


a.       Peneladanan
Dalam ilmu psikologi, anak usia sekolah dasar memiliki ciri meniru segala sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang-orang disekelilingnya. Tutur kata dan perilaku guru, orang tua maupun orang-orang dewasa sekitar siswa adalah sosok yang menjadi contoh perilaku akhlak mulia, terutama pada siswa kelas awal. Guru memberikan umpan balik terhadap respon dan pencapaian perkembangan selama kegiatan berlangsung.
b.      Membangun motivasi
Pada masa sekolah dasar haruslah diberi keyakianan kepada siswa bahawa berakhlak mulia akan memberikan manfaat dengan memperlihatkan contoh-contoh konkrit disekitar mereka.
c.       Mengembangkan kebiasaan
Memberikan dan menanamkankeyakinan kepada siswa bahwa berakhlak mulia bukan bertujaun untuk memperoleh hadiah atau pujian atau menghindari hukuman, tetapi akhlak mulai adalah modal hidup dalam keseharian siswa itu sendiri, sebab ketika ia telah berakhlak mulia maka pujian dan penghargaan itu akan datang dengan sendirinya.[10]
Dalam melaksanakan pembinaan akhlak mulia siswa, maka dapat dilaksanakan dengan memakai beberapa metode sebagai berikut :
d.      Proaktif – eksploratif
Yaitu guru mengenal karakter, kemampuan serta kebutuhan anak sehingga dapat merancang kegiatan yang bersifat menyenangkan, membangkitkan antusiasme, berorientasi pada peningkatan pencapaian nilai-nilai akhlak mulia sesuai dengan tahab perkembangan anak.
e.       Suportif – inspiratif
Yaitu melakukan kegiatan yang bersifat gembira dan menantang, sehingga siswa tidak terbebani dengan kekhawatiran akan melakukan kesalahan dan memperoleh hukuman, justru sebaliknya siswa bersemangat dan memapu mengekspresikan segala kemampuan yang ada dalam dirinya berkaitan dengan pelajaran yang sedang ia ikuti.
f.        Dialogis – interaktif
Mengarahkan siswa untuk dapat mengungkapkan pendapatnya secara bebas, terarah dan beretika melalui proses diskusi. Hal ini disebabkan mereka jarang mendapat kesempatan untuk melakukan komunikasi yang ditujukan melatih kemampuan komunikasi anakdalam menyatakan pikiran dan perasaannya.
g.      Tematik
Setiap kegiatan berdasarkan ats tema yang terpusat pada satu masalah yang relevan dengan usia dan ciri perkembangan anak, terutama pada kelas satu, dua dan tiga SD. Karena keterbatasan kemampuan memahami dan mengolah informasi, maka tema yang disajikan harus sederhana dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.[11]
4.      Media Pembelajaran PAI
Secara bahasa, media berasal dari bahas Yunani yang yaitu bentuk kata jamak dari kata medium yang berarti pengantara atau pengantar.[12] Kata media dipergunakan dalam banyak kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Kata media ini juga dipakai dalam istilah pendidikan, sehingga ada istilah media pengajaran atau lebih terkenal dengan sebutan media pembelajaran.[13]
Assosiation for Education and communication technology (AECT)  sebgai mana yang dikutip oleh Basyiruddin Usmamn dan Asnawir, mengartikan bahwa media merupakan segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi, sedangka menurut National Education Assosiation mengartikan bahwa media merupakan benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut[14]    
Menurut Gerlach dan Ely dalam wina wijaya dikatakan bahwa secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.[15]
Media sebagai alat dalam menyampaikan pesan, sehingga pesan itu menjadi berkesan bagi yang menerimanya, adalah sangat penting perannya dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, untuk meminimalisir adanya kasalahan persepsi tentang pembelajaran yang di sajikan oleh seorang guru, maka harus ada pengalaman belajar. Pengalaman ini bisa dalam bentuk pengalaman lansung dan bisa pula dalam bentuk pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung akan terjadi jika seseorang dihadapkan langsung kepada benda yang dimaksud, contoh apabila murid  belajar tentang tumbuh-tumbuhan, maka pengalaman lanngsung dapat diberikan oleh seorang guru dengan cara membawa murid untuk menyaksikan tumbuh-tumbuhan yang mereka pelajari. Namun tidak semua pembelajaran bisa dapat dilakukan dengan pengalaman langsung, seperti pembelajaran tentang anatomi tubuh manusia, tidak mungkin pembelajaran harus dilakukan dengan membelah tubuh manusia untuk mempelajari tentang cara kerja jantung. Maka jika pembelajaran ini dilakukan dapat menggunakan media foto, slide, film atau bentuk tiruan dari benda yang sedang dipelajari dan pengalaman yang diperoleh oleh siswa dalam hal seperti ini adalah pengalaman tidak langsung atau disebut pula pengalaman tiruan.[16] Walaupun persepsi dari siswa tentang pembelajaran yang dilakukan tidak seakurat dengan pengalaman langsung.
Dari segi karakteristik, para ahli banyak membagi macam-macam media, namun secara umum karakteristik media pembelajaran dapat di bagi sebagai berikut  : (1) Visual yaitu media yang dapat di lihat, sepert gambar, poster dan lain sebgainya. (2) Audio yaitu media yang dapat di dengar seperti kaset, rekaman suara dan lin sebagainya. (3) Audio Visual yaitu media yang dapat didengar dan dilihat seperti televisi, video  dan (4) Multimedia berbasis komputer  yang termasuk didalamnya media Proyektor LCD.
5.      Proyektor LCD sebagai Media Pembelajaran  
Media LCD (Liquid Crystal Display) merupakan hasil dari perkembangan teknologi elektronik.  Proyektor LCD merupakan salah satu jenis proyektor yang digunakan untuk menampilkan video, gambar, atau data dari komputer pada sebuah layar atau sesuatu dengan permukaan datar seperti tembok, dsb. Proyektor jenis ini merupakan jenis yang lebih modern dan merupakan teknologi yang dikembangkan dari jenis sebelumnya dengan fungsi sama yaitu Overhead Projector (OHP) karena pada OHP datanya masih berupa tulisan pada kertas bening. Proyektor LCD biasanya digunakan untuk menampilkan gambar pada presentasi atau perkuliahan, tapi juga bisa digunakan sebagai aplikasi home theater. Untuk menampilkan gambar, proyektor LCD mengirim cahaya dari lampu halide logam yang diteruskan ke dalam prisma yang mana cahaya akan tersebar pada tiga panel polysilikon, yaitu komponen warna merah, hijau dan biru pada sinyal video. Proyektor LCD berisi panel cermin yang terpisah satu sama lain. Masing-masing panel terdiri dari dua pelat cermin yang di antara keduanya terdapat liquid crystal. Ketika terdapat perintah atau instruksi, kristal akan membuka untuk membolehkan cahaya lewat atau menutup untuk mem-block cahaya tersebut Membuka dan menutupnya pixel ini yang bisa membentuk gambar. Lampu yang digunakan pada proyektor LCD adalah lampu halide logam karena menghasilkan suhu warna yang ideal dan spektrum warna yang luas. Lampu ini juga memiliki kemampuan untuk memproduksi cahaya dalam juga sangat besar dalam area kecil dengan arus proyektor sekitar 2.000-15.000 ANSI lumens.[17]
Proyektor LCD ditemukan di New York oleh Gene Dolgoff. Dia mulai bekerja di dalam kampus pada tahun 1968 dan mempunyai tujuan untuk memproduksi sebuah video proyektor yang dalam idenya ia akan membuat sebuah proyektor LCD yang lebih cerah dibandingkan dengan 3-CRT proyektor. Idenya adalah menggunakan elemen yang disebut sebagai “cahaya katup” untuk mengatur jumlah cahaya yang melewati itu. Hal ini akan memungkinkan penggunaan yang lebih ampuh untuk sumber cahaya eksternal. Setelah mencoba berbagai bahan, dia setuju dengan penggunaan kristal cair untuk mengatur cahaya pada tahun 1971. Ini membawanya sampai tahun 1984 untuk mendapatkan “addressable” dari layar kristal cair (LCD), yang ketika itulah ia membuat proyektor LCD pertama di dunia. Setelah membangun itu, dia melihat banyak masalah yang harus dikoreksi termasuk cahaya utama yang hilang dan piksel yang sangat terlihat. Dia kemudian menggunakan metode baru untuk menciptakan efisiensi yang tinggi untuk menghilangkan tampilan pada piksel. Dengan hak paten di seluruh dunia ia memulai di Projectavision Inc pada tahun 1988, perusahaan proyektor LCD pertama di dunia[18]
LCD Proyektor adalah salah satu perangkat keras yang dapat menampilkan pembelajaran multimedia berbasis komputer. Dalam buku Azhar Arsyad, dikemukakan bahwa penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama pembelajaran dengan bantuan komputer (Computer assisted Intruction).[19] LCD adalah alat yang dapat menampilkan data dalam bentuk slide, film, tulisan dan sebagainya dengan ukuran yang besar sehingga dapat disaksikan oleh orang yang banyak dengan dihubungkan kepada PC, Laptop, atau Notebook dan juga bisa dihubungkan kepada media-media eletronik lain yang memiliki fasilitas sambungan video dan audio seperti Televisi, cmpact Disk dan lain-lain.
A.    Kerangka Teoritis
1.      Karakteristik Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, siswa pada satuan pendidikan sekolah dasar yang memiliki karakteristik perkembangan psikologi yang cenderung meniru, maka pembelajaraan yang cocok bagi tugas perkembangan mereka adalah pembelajaran yang bersifat menyaksikan langsung pembelajaran yang mereka ikuti dengan bentuk guru memanfaatkan media langsung atau media secara tidak langsung atau tiruan dalam menyajikan pembelajaran. Disamping itu guru juga dapat memperlihatkan atau menunjukkan contoh-contoh konkrit dari pembelajaran yang sedang dilakukan. Semua itu bisa dilakukan deng multimedia berbasis komputer.

2.      Srategi pembelajaran
Disamping itu dalam rangka menanamkan nilai-nilai akhlak mulia maka strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru adalah pemebelajaran berbasis afektif. Sebagaimana dikemukakan dalam buku Wina Sanjaya, bahwa proses pembentukan sikap dapat dilakukan dengan beberapa pola diantaranya
1)      Pola  pembiasaan
Yaitu menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Dalam hal melakukan usaha pembiasaan ini, bisa dilakukan dengan cara peneguhan respon anak. Dengan kata lain setiap kali anak berprestasi, atau melakukan sesuau yang terpuji, maka sang guru memberikan hadiah.[20]
2)      Contoh atau Suritauladan yang baik.
Disamping guru melakukan usaha pembiasaan, juga harus mampu menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik bagi para murid. Proses penanaman akhlak mulia akan berjalan dengan baik jika murid selelu menyaksikan akhlak mulia yang dilakukan gurunya. Salah satu contoh usaha menumbuhkembangkan budaya berinfak bagi siswa SD, guru pada waktu-waktu tertentu mengingtkan murid agar berinfak, hal ini akan lebih terlaksana secara lebih efektif apabila murid juga selelu menyaksikan gurunya berinfak.
3.      Metode pembelajaran  
Untuk lebih aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam metode dalam menyajikan materi. Bahkan ada semacam konsensus bersama dari para praktisi pendidikan, bahwa dalam menyajikan materi, minimal ada tiga metode yang dipakai oleh seorang guru. Dalam rangka menimbulkan kesadaran dalam menerapkan perilaku akhlak mulia khususnya perilaku dermawan pada siswa kelas 5 SD 19 baringin, maka metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan bermain peran dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran.



[1] Baca Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarat : Kencana, 2010). Di dalam buku ini penulis menjelaskan secara peraktis bagaimana cara menerapkan berbagai strategi pembelajaran bagi seorang guru. Sehingga proses pembelajaran bukan hanya menjadikan guru sebagai subjek (teacher oriented) tetapi menjadikan guru sebagi fasilitator dalam mengembangkan bakat dan minat siswa dan memotovasi mereka untuk dapat menerapkan niliai-nilai kebaikan yang telah diberitahukan keapada mereka.
[2] Lihat Alih B. Purwakania Hasan Psikologi Perkembangan  Islami (Jakarta : Raja Grafindo Persada) tahun 2006, h. 106-09
[3]Tim Penyusun Buku DIRJEN Pendidikan Dasar dan Menengah Pedoman Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler;  Jakarta : DIRJEN MPDM KEMENDIKNAS th. 2010, h. 7
[4] Alih B. Purwakania Hasan op.cit h. 162-172
[5] Ibid, h. 8
[6] ibid
[7] ibid, h. 9
[8] Ibid,h. 9
[9]Ibid, h. 15
[10] Ibid h. 15-16
[11] Ibid, h. 17-18
[12] Kamus Besar Bahasa Indonesia ........
[13] Lihat Wina Sanjaya op.cit, h. 163
[14] Basiruddin Usman dan Asnawir Madia Pengajaran (Diktat untuk Mahasiswa S1 Fakultas Tarbiyah IAIN “IB” tahun 1997) h. 9
[15] Wina Wijaya loc. cit.
[16] Lihat Wina Wijaya, ibid, h. 165
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Proyektor_LCD diakses tanggal 06 maret 2012
[18] ibid
[19] Azhar Arsyad, Media Pembelajran (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) tahun : 2004 cet kelima h. 57-158
[20] Wina Sanjaya op.cit h. 127-128

Peningkatan Hasil Belajar


PENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI
SUATU PENDEKATAN KONSEPTUAL
Oleh : Junaidi Panusunan, S.Pd.I, M.A
1.      Peningkatan Hasil Belajar
      a.  Pengertian Peningkatan Hasil Belajar

Setiap kegiatan, apapun bentuknya maka tujuan akhirnya adalah adanya hasil dari kegiatan yang dilaksanakan. Begitu juga dengan kegiatan pembelajaran, tujuan akhir dari proses yang di pimpin oleh seorang guru adalah adanya hasil nyata yang terjadi dalam diri siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif hasil belajar dapat dilihat dari kemmpuan siswa dalam menjawap pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang telah diajarkan oleh guru. Secara kualitatif, hasil belajar hendaknya dapat terlihat dalam pola hidup siswa sesuai dengan nilai-nilai yang telah menjadi program nasional yaitu teraplikasinya nilai-nilai karakter bangsa dalam keseharian siswa. Sebagai tenaga propesional, guru dalam melaksanakan tugas pendidikan, maka harus selalu melakukan usaha-usaha dalam rangka penigkatan hasil belajar.
Dalam rangka meningkatkan hasil belajar, maka guru juga harus selalu melakukan inovasi pembelajaran, dengan dasar mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata siswa. Dalam melakukan inovasi-inovasi pembelajaran, maka guru juga harus mempertimbangkan metode-metode pembelajaran yang juga harus dikolaborasikan dengan strategi-strategi pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan strategi adalah kiat atau siasat yang dilakukan oleh guru agar pembelajaran yang sedang dilakukan menjadi pembelajaran yang berarti dan bermakna serta menarik. Ada banyak strategi pembelajaran yang bisa diterapkan oleh sorang guru dalam mengajar diantaranya :
a)      Strategi pembelajaran berorientasi aktifitas siswa
b)      Strategi pembelajaran ekspositori
c)      Strategi pembelajaran inkuiri
d)      Strategi pembelajaran berbasis masalah
e)      Strategi pembelajaran berbasis maslah
f)       Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berfikir
g)      Strategi pembelajaran koorperatif
h)      Strategi pembelajaran kontekstual
i)       Strateg pembelajaran afektif[1]
Dewasa ini seiring dangan berkembangnya teknologi informasi yang begitu dahsyat, menambahkan beratnya tugas guru dalam mengemban amanah pendidikan. Disamping ia harus mempunyai banyak  cara dan strategi dalam mengajarkan materi sehingga siswa tidak jenuh, juga seorang guru harus mampu meng-up date skillnya dalam memanfaatkan media-media Electrict Computer Tecnologi (ECT), dalam rangka menyajikan materi pembelajaran dengan bentuk dan media  yang sesuai dengan zaman  kehidupan siswa.
Meningkatkan hasil belajar memiliki banyak teknik, namun secara garis besar teknik tersebut berkisar pada : (1) Mendisain Media pembelajaran sehingga sangat menarik perhatian siswa serta memudahkan siswa dalam menyerap pembelajaran. (2) Memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk materi pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi sangat menyenangkan bagi siswa, dan (3) Guru mampu memposisikan dirinya sebagai idola bagi para siswa sekaligus contoh yang baik bagi mereka.
b.      Pembelajaran PAI
Badan Standar pendidikan Nasional, menetapkan salah satu mata pelajaran wajib pada sekolah adalah pendidikan agama Islam termasuk didalamnya jenjang pendidikan sekolah Dasar. Tujuan ditetapkannya mata pelajaran tentang pendidikan Agama, adalah untuk terbinanya perilaku terpuji bagi para siswa
2.      Pembinaan Akhlak Mulia Siswa
a.       Pentingnya Pendidikan akhlak Mulia bagi Anak Usia Sekolah
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh karakter dari manusia penghuni bangsa itu sendiri. Bangsa yang terbiasa hidup disiplin, mengaplikasikan prinsip kejujuran dalam kehidupan sehari-hari akan membawa progresifitas kemajuan bangsa dengan percepatan yang begitu baik.
Nilai-nilai  akhlak mulia sebagai karakter Bangsa  yang harus ditanamkan pada kebiasaan hidup anak didik, sehingga mereka berkembang menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur berakhlak mulia dan mampu bersaing dalam kehidupan global.
Secara yuridis, amanat untuk mewujudkan akhlak mulia sangat sangat jelas, khususnya dalam bidang pendidikan. Dalam Undang-undang Dasar  Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (3) disebutkan “pemerintah mengusahakan dan menyelesaikan sutu sistem pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalalm rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”
Pendidikan yang diamanahkan dalam UUD 45 diatas dioperasionalkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dalam tujuan pendidikan Nasional. Selengkapnya tujuan tersebbut terdapat dalam BAB II Pasal 3 : “pendidikan Nasional berfungsi mengambangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia , sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan disebut bahwa tujuan pembinaan kesiswaan antara lain “Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak azazi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (Civil soceity).
Realitas anak didik hari ini, sangat banyak terlihat sering malakukan tindakan-tindakan yang bersifat negatif dan ini bisa dikatakan sudah berkangsung sangat lama. Seperti perilaku kurang sopan kepada orang tua termasuk kepada guru yang diperlihatkan oleh anak-anak usia sekolah, mengambil barang teman tanpa ijin, lupa mengatakan terimakasih atau maaf dan mengucapkan kata-kata tidak sopan dan perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya, termasuk dalam hal pengaplikasian kabiasaan hidup dengan perilaku dermawan. Tujuan pendidikan akhlak adalah agar tercipta generasi masa depan mampu menjadi generasi yang berkulitas dan berbudi pekerti luhur.
b.      Karakteristik siswa sekolah dasar
1)      Perkembangan fisik
Secara fisik pada usia sekolah dasar, secara umum pertumbuhan pertumbuhan kemampuan koordinasi motorik kasar dan halus sudah hampir sempurna dan hampir semua gigi susu sudah bertugar dengan gigi tetap. Alat indera juga sudah berfungsi secara optimal dalam menunjang kemampuan sensoris seperti penglihatan, pendengaran, pengecap pembau dan peraba. Pada masa ini, merupakan proses pematangan keterampilan motorik, untuk menguasai berbagia macam keterampilan, dan kiat paling baik untuk melatihnya adalah memalui permaian. [2]Pada masa usia sekolah dasar juga yaitu pada usia 11 tahun, beberapa anak perempuan sudah mendapatkan mensturasi sebagai tanda memasuki uisa pubertas atau akil baligh sedangkan anak laki-laki sudah mengalami perubahan suara dan tanda kelamin sekunder. Dengan adanya perubahan ini anak sudah dapat dikembangkan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari seperti perilaku tanggungjawab, menjaga kebersihan alat kelamin dan lain sebagainya.[3]
2)      Ekspresi Emosi
Pada usia sekolah dasar, interkasi anak dengan lingkungan sudah semakin luas, sehingga pemahaman anak mengenai berbagai emosi sudah lebih lengkap. Diantaranya penyesuaian dengan aturan penampilan mulai meningkat, tanggapan empati mulai meningkat, dapat memahami orang lain, sudah bisa memaklumi adanya berbedaan-perbadaan antara manusia dengan sederhana.[4] Hal ini akan menstimulasi berbagai emosi dan memperkaya pengalaman batin anak. Perkembangan emosi primer, seperti senang, marah, takut, menjadi lebih kaya dengan berkembangnya emosi skunder seperti bangga, curiga, cemburu, kahawatir menyesal dan lain sebagainya. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia dapat dikembangkan antara lain nilai kejujuran dalam emngutarakan sesuatu.[5]
3)      Perkembangan perspektif wawasan
Pada tingkat awal, usia sekolah dasar anak-anak masih dalam tahap perspektif egosentrik, yang memiliki keterbatasan dalam memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain. Setelah usia 10 tahun, mulai berkembang pemahaman mengnai perspektif dari berbagi sumber yang menjadi acuan. Pada perkembangan selanjutnya anak mampu menyelaraskan pandangan diri sendiri dengan pandangan orang lain. Pada masa ini nilai-nilai akhlak mulia seperti kasih sayang, kerja sama, toleransi, adil,, dan cinta damai perlu dikembangkan. Tujuannya adalah agar murid dapat menjalin hubungan harmonis dengan teman sebayanya.[6]
4)      Identitas diri
Dengan semakin luasnya lingkup interaksi dan kesempatan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas disekolah maupun keluarga, maka berkembangan kesadaran diri dalam berbagai dimensi. Pemahaman dan konsep diri sendiri merupakan dasar dari pembentukan indentitas diri yang pesitif.[7]
5)      Pembentukan individualitas dan peran gender
Tumbuh dan berkembang bersama kelompok sebaya dari jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda akan membangun kesadaran yang positif mengenai peran gende, yaitu saling menerima dan menghargai peran gender masing-masing. Berkaitan dengan itu, maka perlu dikembangkan nilai-nilai akhlak seperti nilai toleransi, kasih sayang dan rendah hati.
6)      Konsep mengenai moral
Intensitas interaksi dengan teman sebaya maupun guru merupakan faktor penunjang perkembangan konsep moral dari tingkat moralitas heteronomous yang bersifat kaku dan berorientasi pada penghindaran terhadap hukuman. Tingkat selanjutnya adalah moralitas autonomous, yaitu pemahaman bahwa nilai moral adalah tergantung pada intensi (kesenjangan atau ketidaksenjangan melakukan sesuat) suatu perilaku. Pada tingkat ini sudah dapat memandang bahwa hukuman adalah konsekuensi perilaku berdasarkan intensi.[8]
3.      Perinsip dan pendekatan pendidikan akhlak mulia
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak mulia yaitu :
a.       Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai budaya dan akhlak mulia sebagai bagian dari karakter bangsa merupakan sebuah proses penjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b.      Dilakakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler, pengembangan diridan budaya sekolah.
c.       Nilai akhlak mulia tidak diajarkan tetapi ditanamkan atau dikembangka[9]
Adapun pendekatan yang dapat diterapkan adalah :
a.       Peneladanan
Dalam ilmu psikologi, anak usia sekolah dasar memiliki ciri meniru segala sesuatu yang dilihat dan didengar dari orang-orang disekelilingnya. Tutur kata dan perilaku guru, orang tua maupun orang-orang dewasa sekitar siswa adalah sosok yang menjadi contoh perilaku akhlak mulia, terutama pada siswa kelas awal. Guru memberikan umpan balik terhadap respon dan pencapaian perkembangan selama kegiatan berlangsung.
b.      Membangun motivasi
Pada masa sekolah dasar haruslah diberi keyakianan kepada siswa bahawa berakhlak mulia akan memberikan manfaat dengan memperlihatkan contoh-contoh konkrit disekitar mereka.
c.       Mengembangkan kebiasaan
Memberikan dan menanamkankeyakinan kepada siswa bahwa berakhlak mulia bukan bertujaun untuk memperoleh hadiah atau pujian atau menghindari hukuman, tetapi akhlak mulai adalah modal hidup dalam keseharian siswa itu sendiri, sebab ketika ia telah berakhlak mulia maka pujian dan penghargaan itu akan datang dengan sendirinya.[10]
Dalam melaksanakan pembinaan akhlak mulia siswa, maka dapat dilaksanakan dengan memakai beberapa metode sebagai berikut :
d.      Proaktif – eksploratif
Yaitu guru mengenal karakter, kemampuan serta kebutuhan anak sehingga dapat merancang kegiatan yang bersifat menyenangkan, membangkitkan antusiasme, berorientasi pada peningkatan pencapaian nilai-nilai akhlak mulia sesuai dengan tahab perkembangan anak.
e.       Suportif – inspiratif
Yaitu melakukan kegiatan yang bersifat gembira dan menantang, sehingga siswa tidak terbebani dengan kekhawatiran akan melakukan kesalahan dan memperoleh hukuman, justru sebaliknya siswa bersemangat dan memapu mengekspresikan segala kemampuan yang ada dalam dirinya berkaitan dengan pelajaran yang sedang ia ikuti.
f.        Dialogis – interaktif
Mengarahkan siswa untuk dapat mengungkapkan pendapatnya secara bebas, terarah dan beretika melalui proses diskusi. Hal ini disebabkan mereka jarang mendapat kesempatan untuk melakukan komunikasi yang ditujukan melatih kemampuan komunikasi anakdalam menyatakan pikiran dan perasaannya.
g.      Tematik
Setiap kegiatan berdasarkan ats tema yang terpusat pada satu masalah yang relevan dengan usia dan ciri perkembangan anak, terutama pada kelas satu, dua dan tiga SD. Karena keterbatasan kemampuan memahami dan mengolah informasi, maka tema yang disajikan harus sederhana dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.[11]
4.      Media Pembelajaran PAI
Secara bahasa, media berasal dari bahas Yunani yang yaitu bentuk kata jamak dari kata medium yang berarti pengantara atau pengantar.[12] Kata media dipergunakan dalam banyak kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Kata media ini juga dipakai dalam istilah pendidikan, sehingga ada istilah media pengajaran atau lebih terkenal dengan sebutan media pembelajaran.[13]
Assosiation for Education and communication technology (AECT)  sebgaimana yang dikutip oleh Basyiruddin Usmamn dan Asnawir, mengartikan bahwa media merupakan segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi, sedangka menurut National Education Assosiation mengartikan bahwa media merupakan benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut[14]    
Menurut Gerlach dan Ely dalam wina wijaya dikatakan bahwa secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap.[15]
Media sebagai alat dalam menyampaikan pesan, sehingga pesan itu menjadi berkesan bagi yang menerimanya, adalah sangat penting perannya dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, untuk meminimalisir adanya kasalahan persepsi tentang pembelajaran yang di sajikan oleh seorang guru, maka harus ada pengalaman belajar. Pengalaman ini bisa dalam bentuk pengalaman lansung dan bisa pula dalam bentuk pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung akan terjadi jika seseorang dihadapkan langsung kepada benda yang dimaksud, contoh apabila murid  belajar tentang tumbuh-tumbuhan, maka pengalaman lanngsung dapat diberikan oleh seorang guru dengan cara membawa murid untuk menyaksikan tumbuh-tumbuhan yang mereka pelajari. Namun tidak semua pembelajaran bisa dapat dilakukan dengan pengalaman langsung, seperti pembelajaran tentang anatomi tubuh manusia, tidak mungkin pembelajaran harus dilakukan dengan membelah tubuh manusia untuk mempelajari tentang cara kerja jantung. Maka jika pembelajaran ini dilakukan dapat menggunakan media foto, slide, film atau bentuk tiruan dari benda yang sedang dipelajari dan pengalaman yang diperoleh oleh siswa dalam hal seperti ini adalah pengalaman tidak langsung atau disebut pula pengalaman tiruan.[16] Walaupun persepsi dari siswa tentang pembelajaran yang dilakukan tidak seakurat dengan pengalaman langsung.
Dari segi karakteristik, para ahli banyak membagi macam-macam media, namun secara umum karakteristik media pembelajaran dapat di bagi sebagai berikut  : (1) Visual yaitu media yang dapat di lihat, sepert gambar, poster dan lain sebgainya. (2) Audio yaitu media yang dapat di dengar seperti kaset, rekaman suara dan lin sebagainya. (3) Audio Visual yaitu media yang dapat didengar dan dilihat seperti televisi, video  dan (4) Multimedia berbasis komputer  yang termasuk didalamnya media Proyektor LCD.
5.      Proyektor LCD sebagai Media Pembelajaran  
Media LCD (Liquid Crystal Display) merupakan hasil dari perkembangan teknologi elektronik.  Proyektor LCD merupakan salah satu jenis proyektor yang digunakan untuk menampilkan video, gambar, atau data dari komputer pada sebuah layar atau sesuatu dengan permukaan datar seperti tembok, dsb. Proyektor jenis ini merupakan jenis yang lebih modern dan merupakan teknologi yang dikembangkan dari jenis sebelumnya dengan fungsi sama yaitu Overhead Projector (OHP) karena pada OHP datanya masih berupa tulisan pada kertas bening. Proyektor LCD biasanya digunakan untuk menampilkan gambar pada presentasi atau perkuliahan, tapi juga bisa digunakan sebagai aplikasi home theater. Untuk menampilkan gambar, proyektor LCD mengirim cahaya dari lampu halide logam yang diteruskan ke dalam prisma yang mana cahaya akan tersebar pada tiga panel polysilikon, yaitu komponen warna merah, hijau dan biru pada sinyal video. Proyektor LCD berisi panel cermin yang terpisah satu sama lain. Masing-masing panel terdiri dari dua pelat cermin yang di antara keduanya terdapat liquid crystal. Ketika terdapat perintah atau instruksi, kristal akan membuka untuk membolehkan cahaya lewat atau menutup untuk mem-block cahaya tersebut Membuka dan menutupnya pixel ini yang bisa membentuk gambar. Lampu yang digunakan pada proyektor LCD adalah lampu halide logam karena menghasilkan suhu warna yang ideal dan spektrum warna yang luas. Lampu ini juga memiliki kemampuan untuk memproduksi cahaya dalam juga sangat besar dalam area kecil dengan arus proyektor sekitar 2.000-15.000 ANSI lumens.[17]
Proyektor LCD ditemukan di New York oleh Gene Dolgoff. Dia mulai bekerja di dalam kampus pada tahun 1968 dan mempunyai tujuan untuk memproduksi sebuah video proyektor yang dalam idenya ia akan membuat sebuah proyektor LCD yang lebih cerah dibandingkan dengan 3-CRT proyektor. Idenya adalah menggunakan elemen yang disebut sebagai “cahaya katup” untuk mengatur jumlah cahaya yang melewati itu. Hal ini akan memungkinkan penggunaan yang lebih ampuh untuk sumber cahaya eksternal. Setelah mencoba berbagai bahan, dia setuju dengan penggunaan kristal cair untuk mengatur cahaya pada tahun 1971. Ini membawanya sampai tahun 1984 untuk mendapatkan “addressable” dari layar kristal cair (LCD), yang ketika itulah ia membuat proyektor LCD pertama di dunia. Setelah membangun itu, dia melihat banyak masalah yang harus dikoreksi termasuk cahaya utama yang hilang dan piksel yang sangat terlihat. Dia kemudian menggunakan metode baru untuk menciptakan efisiensi yang tinggi untuk menghilangkan tampilan pada piksel. Dengan hak paten di seluruh dunia ia memulai di Projectavision Inc pada tahun 1988, perusahaan proyektor LCD pertama di dunia[18]
LCD Proyektor adalah salah satu perangkat keras yang dapat menampilkan pembelajaran multimedia berbasis komputer. Dalam buku Azhar Arsyad, dikemukakan bahwa penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama pembelajaran dengan bantuan komputer (Computer assisted Intruction).[19] LCD adalah alat yang dapat menampilkan data dalam bentuk slide, film, tulisan dan sebagainya dengan ukuran yang besar sehingga dapat disaksikan oleh orang yang banyak dengan dihubungkan kepada PC, Laptop, atau Notebook dan juga bisa dihubungkan kepada media-media eletronik lain yang memiliki fasilitas sambungan video dan audio seperti Televisi, cmpact Disk dan lain-lain.
A.    Kerangka Teoritis
1.      Karakteristik Media Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, siswa pada satuan pendidikan sekolah dasar yang memiliki karakteristik perkembangan psikologi yang cenderung meniru, maka pembelajaraan yang cocok bagi tugas perkembangan mereka adalah pembelajaran yang bersifat menyaksikan langsung pembelajaran yang mereka ikuti dengan bentuk guru memanfaatkan media langsung atau media secara tidak langsung atau tiruan dalam menyajikan pembelajaran. Disamping itu guru juga dapat memperlihatkan atau menunjukkan contoh-contoh konkrit dari pembelajaran yang sedang dilakukan. Semua itu bisa dilakukan deng multimedia berbasis komputer.
2.      Srategi pembelajaran
Disamping itu dalam rangka menanamkan nilai-nilai akhlak mulia maka strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru adalah pemebelajaran berbasis afektif. Sebagaimana dikemukakan dalam buku Wina Sanjaya, bahwa proses pembentukan sikap dapat dilakukan dengan beberapa pola diantaranya
1)      Pola  pembiasaan
Yaitu menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Dalam hal melakukan usaha pembiasaan ini, bisa dilakukan dengan cara peneguhan respon anak. Dengan kata lain setiap kali anak berprestasi, atau melakukan sesuau yang terpuji, maka sang guru memberikan hadiah.[20]
2)      Contoh atau Suritauladan yang baik.
Disamping guru melakukan usaha pembiasaan, juga harus mampu menjadikan dirinya sebagai contoh yang baik bagi para murid. Proses penanaman akhlak mulia akan berjalan dengan baik jika murid selelu menyaksikan akhlak mulia yang dilakukan gurunya. Salah satu contoh usaha menumbuhkembangkan budaya berinfak bagi siswa SD, guru pada waktu-waktu tertentu mengingtkan murid agar berinfak, hal ini akan lebih terlaksana secara lebih efektif apabila murid juga selelu menyaksikan gurunya berinfak.
3.      Metode pembelajaran  
Untuk lebih aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan berbagai macam metode dalam menyajikan materi. Bahkan ada semacam konsensus bersama dari para praktisi pendidikan, bahwa dalam menyajikan materi, minimal ada tiga metode yang dipakai oleh seorang guru. Dalam rangka menimbulkan kesadaran dalam menerapkan perilaku akhlak mulia khususnya perilaku dermawan pada siswa kelas 5 SD 19 baringin, maka metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan bermain peran dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran.


[1] Baca Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarat : Kencana, 2010). Di dalam buku ini penulis menjelaskan secara peraktis bagaimana cara menerapkan berbagai strategi pembelajaran bagi seorang guru. Sehingga proses pembelajaran bukan hanya menjadikan guru sebagai subjek (teacher oriented) tetapi menjadikan guru sebagi fasilitator dalam mengembangkan bakat dan minat siswa dan memotovasi mereka untuk dapat menerapkan niliai-nilai kebaikan yang telah diberitahukan keapada mereka.
[2] Lihat Alih B. Purwakania Hasan Psikologi Perkembangan  Islami (Jakarta : Raja Grafindo Persada) tahun 2006, h. 106-09
[3]Tim Penyusun Buku DIRJEN Pendidikan Dasar dan Menengah Pedoman Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstra Kurikuler;  Jakarta : DIRJEN MPDM KEMENDIKNAS th. 2010, h. 7
[4] Alih B. Purwakania Hasan op.cit h. 162-172
[5] Ibid, h. 8
[6] ibid
[7] ibid, h. 9
[8] Ibid,h. 9
[9]Ibid, h. 15
[10] Ibid h. 15-16
[11] Ibid, h. 17-18
[12] Kamus Besar Bahasa Indonesia ........
[13] Lihat Wina Sanjaya op.cit, h. 163
[14] Basiruddin Usman dan Asnawir Madia Pengajaran (Diktat untuk Mahasiswa S1 Fakultas Tarbiyah IAIN “IB” tahun 1997) h. 9
[15] Wina Wijaya loc. cit.
[16] Lihat Wina Wijaya, ibid, h. 165
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Proyektor_LCD diakses tanggal 06 maret 2012
[18] ibid
[19] Azhar Arsyad, Media Pembelajran (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) tahun : 2004 cet kelima h. 57-158
[20] Wina Sanjaya op.cit h. 127-128